Rabu, 02 Agustus 2017

Pendapatan Asli Daerah Jawa Timur tahun 2016

Tugas 4

PAPER
PENDAPATAN ASLI DAERAH JAWA TIMUR
TAHUN 2016




Disusun oleh :

1EB17
Kelompok 07

Dosen            : Antoni, SE., MM


Nama Kelompok :

  1.           Selfi Damayanti                                                                  (26216894)
  2.      Sonny Armansya                                                                (27216127)
  3.           Syaras Ayuning Tyas                                                         (27216249)
  4.           Wafa Atika Warsono                                                          (27216576)
  5.   `      Wicaksono Bagus Kurniawan                                          (27216621)



PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017
      I.        PENDAHULUAN

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Perekonomian Jawa Timur pada triwulan II 2016 tumbuh 5,6% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2016 (5,3%, yoy) dan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional (5,2%, yoy). Dari sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada triwulan II 2016 terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan ekspor dan
konsumsi, baik konsumsi swasta maupun pemerintah. Peningkatan ekspor terutama didorong oleh meningkatnya permintaan negara-negara mitra dagang terhadap komoditas ekspor utama Jawa Timur seperti perhiasan dan produk hasil pertanian, pertambangan dan industri pengolahan. Sementara itu, peningkatan moderat pada konsumsi swasta, sebagai komponen penyumbang PDRB terbesar Jatim, dipengaruhi oleh perayaan hari besar keagamaan dan periode liburan sekolah. Adapun peningkatan konsumsi pemerintah terjadi seiring dengan realisasi anggaran operasional pemerintah baik melalui APBD Provinsi, APBD Kab/Kota, serta APBN yang dialokasikan di Jawa Timur, diantaranya yaitu pencairan gaji ke-13 dan 14 untuk PNS, Polri, dan TNI, pencairan Tunjangan Hari Raya, serta pengeluaran operasional untuk proyek pemerintah. Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi didukung oleh sektor pertanian dan perdagangan. Pergeseran musin panen ke triwulan II 2016 menjadi penopang pertumbuhan yang signifikan pada sektor pertanian. Sementara itu, berbagai perayaan hari keagamaan pada triwulan II 2016 turut mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di sektor perdagangan sebagai sektor yang memiliki pangsa terbesar terhadap perekonomian Jawa Timur.

Asesmen Inflasi Daerah
Inflasi Jawa Timur pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 2,93% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya (3,71% yoy) dan terendah kedua di Kawasan Jawa setelah setelah Provinsi DIY (2,77%, yoy), serta lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 3,45% (yoy). Kelompok inti merupakan penyumbang utama inflasi yaitu sebesar 2,12%, disusul oleh volatile food sebesar 1,31%, dan kelompok administered prices sebesar -0,50%. Sementara tekanan inflasi terbesar berasal dari kelompok volatile food (7,16%, yoy), disusul oleh kelompok inti (3,48%, yoy), sedangkan administered prices justru meredakan tekanan inflasi pada periode ini (-2,86%, yoy) seiring dengan adanya koreksi tarif administered, khususnya BBM dan tarif angkutan darat dan udara. Tekanan inflasi kelompok volatile food didorong oleh tingginya permintaan akibat faktor seasonal Ramadhan dan Lebaran. Sementara itu, tekanan pada komoditas inti bersumber dari kenaikan biaya pendidikan seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru, dan kenaikan upah tukang bukan mandor. Adapun tekanan dari kelompok adminitered prices bersumber dari komoditas rokok akibat kenaikan tarif cukai rokok. Meskipun demikian, tekanan yang lebih tinggi dari komoditas ini tertahan oleh koreksi harga BBM dan tarif listrik, serta turunnya tarif angkutan
udara dan kereta api.

Asesmen Keuangan Pemerintah Daerah
Total anggaran belanja fiskal Jawa Timur tahun 2016 mencapai Rp148,30 triliun,meliputi belanja APBD Provinsi Jawa Timur sebesar Rp24,75 triliun (pangsa 16,69%), belanja APBD kabupaten/kota di Jawa Timur sebesar Rp83,78 triliun (pangsa 56,49%) dan belanja APBN sebesar Rp39,77 triliun (pangsa 26,82%). Realisasi pendapatan APBD Provinsi Jawa Timur sampai dengan triwulan II 2016 mencapai 26,29%, sedikit lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 26,39%. Pencapaian realisasi pendapatan APBD tersebut didominasi oleh realisasi penerimaan pajak daerah dan pendapatan transfer yang masing-masing terealisasi sebesar 27,82% dan 23,76%. Sementara itu, realisasi pendapatan APBD Kabupaten/Kota sebesar 46,69% sejalan dengan tingginya realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan transfer yang masing-masing mencapai 49,27% dan 46,22%. Sampai dengan triwulan II 2016, realisasi anggaran belanja APBD Provinsi Jawa Timur mencapai 21,35%, dengan realisasi terbesar pada belanja operasi (22,22%). Anggaran belanja APBD kabupaten/kota terealisasi sebesar 33,90%, sedangkan belanja APBN terealisasi sebesar 38,56%. Kota Blitar menjadi Kapupaten/ Kota dengan realisasi belanja terbesar di triwulan ini, yaitu 42,05%, sedangkan realisasi terendah terjadi di Kota Mojokerto yaitu sebesar 7,59%.

Asesmen Stabilitas Keuangan Daerah dan Pengembangan UMKM
Aset perbankan tercatat sebesar Rp549,12 triliun atau tumbuh 7,13% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (8,64%, yoy). Meskipun demikian, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran kredit mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibanding triwulan I 2016. Kredit berdasarkan lokasi bank meningkat sebesar 8,06% (yoy) di triwulan ini, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya ( (7,40%, yoy), sedangkan DPK meningkat sebesar 8,72% (yoy), dari 8,42%, yoy). Laju pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari pertumbuhan DPK mendorong peningkatan LDR dari 86,44% menjadi 88,20% atau masih memberikan ruang likuiditas yang memadai bagi perbankan untuk melakukan ekspansi. Sementara itu, risiko kredit atau Non Performing Loan (NPL) relatif stabil di level 2,32%. Adapun penyaluran kredit berdasarkan lokasi proyek juga menunjukkan peningkatan sebesar 8,12% (yoy) dari 7,54% (yoy), dengan NPL yang meningkat namun masih di bawah threshold yaitu dari 2,37% menjadi 2,50%.

Sejalan dengan peningkatan kredit pada triwulan II 2016, kredit korporasi turut meningkat menjadi 7,82% (yoy) dari 7,01% (yoy) di triwulan sebelumnya. Peningkatan kredit korporasi ini terutama didorong oleh peningkatan penyaluran kredit kepada sektor transportasi dan sektor perdagangan. Namun demikian, kredit ke sektor utama Jawa Timur yakni sektor industri pengolahan masih terus melambat. Ditengah peningkatan kredit korporasi, kualitas kredit justru turun tercermin melalui peningkatan rasio NPL dari 2,19% menjadi 2,31%, dengan NPL tertinggi terjadi pada sektor konstruksi meskipun turun dibanding triwulan sebelumnya (dari 7,19% menjadi 6,38%). Kinerja kredit sektor rumah tangga (RT) pada triwulan II 2016 melambat dari 10,12% (yoy) menjadi 9,77% (yoy) terutama didorong oleh perlambatan kredit pemilikan komputer dan alat komunikasi, kredit pemilikan furniture dan peralatan RT, kredit kendaraan bermotor-KKB serta kredit pemilikan rumah-KPR. Di tengah perlambatan penyaluran kredit RT tersebut, rasio NPL RT masih terjaga di bawah 5% dan stabil dibanding triwulan I 2016 yaitu dilevel 1,23%.


Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Nominal transaksi tunai Jawa Timur triwulan II 2016 turut meningkat dari 3,11% (qtq) menjadi 45,20% (qtq), sejalan dengan peningkatan konsumsi masyarakat menghadapi momen lebaran dan libur sekolah. Secara spasial, peningkatan nominal transaksi tunai terjadi pada seluruh wilayah kerja Bank Indonesia khususnya Kota Kediri, yakni dari -3,37% (qtq) menjadi 70,04% (qtq). Sementara itu, net outflow juga terjadi pada seluruh wilayah kerja dengan rasio outflow terhadap inflow yang paling tinggi terjadi pada Kota Kediri (278,13%), sedangkan rasio outflow terhadap inflow terendah terjadi di Kota Jember (143,10%). Peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat triwulan II 2016 tidak diiringi dengan peningkatan nominal dan volume transaksi Sistem Kliring nasional Bank Indonesia (SKNBI). Transaksi SKNBI mengalami penurunan baik secara nominal (0,79%, qtq) maupun volume (0,16%, qtq). Begitu pula jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, kinerja kliring menurun cukup signifikan. Nominal kliring mengalami penurunan sebesar 7,97% (yoy), sementara volume kliring turun sebesar 8,35% (yoy). Secara spasial, Kota Surabaya memiliki transaksi kliring terbesar di Jawa Timur dengan share nominal dan volume kliring mencapai 79%.

Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat
Sesuai release data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur, periode data bulan Februari 2016, ketenagakerjaan di Jawa Timur sedikit membaik jika dibandingkan periode sebelumnya (Agustus 2015). Perbaikan kondisi tersebut tercermin pada beberapa angka yang menjadi indikatornya, diantaranya peningkatan jumlah angkatan kerja sebesar 1,10% dari 20,3 juta orang menjadi 20,5 juta orang. Peningkatan jumlah angkatan kerja tersebut diikuti dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 1,45% (dari 19,4 juta orang yang bekerja menjadi 19,6 juta orang). Perbaikan angka penyerapan tenaga kerja diikuti pula dengan penurunan angka pengangguran terbuka (TPT) sebesar 0,33 poin persen dari 4,47% menjadi 4,14%. Pada triwulan II 2016, indikator kesejahteraan masyarakat pedesaan baik NTP maupun NTN di Jawa Timur masing-masing mengalami peningkatan. NTP meningkat sebesar 0,8% dari 103,77 di triwulan I 2016 menjadi 104,59, sedangkan NTN meningkat sebesar 4,7%, dari 107,61 menjadi 112,68. Peningkatan NTP dan NTN tersebut didorong oleh peningkatan NTP dan NTN di hampir semua subsektor, didorong peningkatan penerimaan karena faktor Ramadhan dan Lebaran.

Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur periode data Maret 2016 ( release BPS Jawa Timur) sebesar 4,7 juta orang, turun 1,79% dibandingkan tahun 2015 yang berjumlah 4,8 juta orang. Selain jumlah penduduk miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga menurun masingmasing sebesar 0,08 poin dan 0,05 poin. Penurunan kedua indeks tersebut mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin menyempit

Prospek Ekonomi dan Inflasi triwulan II 2016
Perekonomian Jawa Timur pada triwulan II 2016 diperkirakan terakselerasi dibandingkan triwulan I 2016, yaitu tumbuh di kisaran 5,4%-5,8% (yoy). Dari sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan konsumsi swasta seiring peningkatan consumer confidence beserta masih tingginya kinerja investasi diperkirakan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Tingginya kinerja investasi ini didasari oleh dimulainya realisasi proyek infrastruktur pemerintah pada pertengahan tahun sebagai dampak adanya lelang dini yang dilakukan di akhir tahun 2015. Sementara itu dari sisi penawaran, peningkatan kinerja sektor pertanian, industri pengolahan, dan konstruksi diperkirakan menjadi pendorong akselerasi perekonomian Jawa Timur di triwulan II 2016. Mencermati perkembangan inflasi terkini dan tracking beberapa indikator harga, inflasi Jawa Timur pada triwulan II 2016 diperkirakan secara tahunan (yoy) berada di kisaran 3,0% - 3,4%. Tekanan inflasi volatile food bersumber dari potensi kenaikan harga pangan akibat peningkatan permintaan musiman pada periode puasa dan Lebaran. Sementara, faktor penahan inflasi bersumber dari panen raya padi yang berlangsung pada April-Mei. Tekanan inflasi pada kelompok administered prices diperkirakan relatif stabil. Tekanan inflasi masih bersumber dari penyesuaian tarif rokok sebagai respon atas kenaikan tarif cukai sebesar 11,69% di awal 2016. Inflasi kelompok inti pada triwulan II 2016 diperkirakan meningkat, namun pada tingkat yang moderat. Tekanan inflasi bersumber dari kenaikan harga gula pasir seiring menurunnya produktivitas akibat faktor cuaca dan meningkatnya ekspektasi serta permintaan masyarakat menjelang Ramadhan dan Lebaran.

Prospek Ekonomi dan Inflasi Tahun 2016
Di sepanjang tahun 2016, diperkirakan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur akan mencapai 5,5%-5,9% (yoy). Level pertumbuhan tersebut cenderung meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 5,44% (yoy). Dari sisi permintaan, perbaikan ekonomi Jawa Timur di tahun 2016 diperkirakan didorong oleh realisasi investasi bangunan yang meningkat, seiring adanya komitmen pemerintah daerah maupun pusat untuk terus mendorong pembangunan infrastruktur pendukung transportasi, seperti pelabuhan, kereta api, serta angkutan darat dan udara. Di sisi penawaran, kinerja sektor utama menunjukkan peningkatan yang relatif signifikan.

Di sektor pertanian, El Nino cukup berdampak terhadap kinerja sektor pertanian di triwulan I 2016. Walaupun demikian, pola tanam dan pola panen sudah berjalan sesuai dengan pola di tahun 2015, sehingga diharapkan tidak mengganggu pertumbuhan di sektor ini secara keseluruhan tahun. Perbaikan consumer confidence dibandingkan tahun 2015 diharapkan juga dapat mendorong akselerasi produksi di sektor industri pengolahan. Sementara itu, kinerja sektor perdagangan diharapkan dapat terdorong oleh subsektor perdagangan besar akibat membaiknya permintaan mitra dagang utama internasional Jawa Timur. Tekanan inflasi Jawa Timur di tahun 2016 diperkirakan sesuai dengan sasaran inflasi nasional yaitu di kisaran 4% + 1%. Pendorong utama inflasi adalah penyesuaian pada berbagai tarif administered. Dari kelompok administered prices, tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat seiring berbagai kebijakan penyesuaian kebijakan administered prices pemerintah, antara lain seperti penyesuaian tarif listrik golongan rumah tangga 1.300 VA dan 2.200 VA sesuai harga keekonomiannya yang telah terjadi di triwulan I 2016 dan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 11,69% pada awal tahun. Dari kelompok volatile food, gangguan cuaca El Nino yang berdampak pada mundurnya panen raya padi di triwulan I 2016, kemungkinan musim hujan yang berakhir lebih cepat, serta musim kemarau di tahun 2016 lebih panjang dari pola normalnya, berpotensi mengganggu produksi pertanian pangan Jawa Timur di tahun 2016 dan meningkatkan inflasi volatile food. Dari sisi permintaan domestik (core inflation), tekanan inflasi tahun 2016 diperkirakan meningkat pada level yang moderat.


    II.        PEMBAHASAN
Struktur anggaran P-APBD 2016 yang ditetapkan Badan Anggaran (Banggar) secara final meliputi pendapatan daerah sekitar Rp 23,927 triliun, belanja daerah sekitar Rp 24,616 triliun dan defisit anggaran mencapai lebih Rp 668 miliar.
Hal itu juga sesuai dengan komitmen Gubernur Jatim Soekarwo bahwa akhir tahun ini dilakukan efisiensi belanja di hampir seluruh SKPD pada belanja tidak langsung dan pengurangan alokasi anggaran. Sejumlah SKPD yang anggarannya dalam P-APBD 2016 yang tak mendapat potongan malah anggarannya ditambah, seperti Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertranduk) Jatim yang semula dianggarkan Rp 294.309.147.657 berubah menjadi Rp 317.0477.137.057 atau bertambah sebesar Rp 22.737.989.400.
Biro Kerjasama Setdaprov Jatim total anggaran semula hanya sebesar Rp 10.315.923.700 dalam P-APBD Jatim 2016 mendapat tambahan anggaran sebesar Rp 7.147.052.000. Penambahannya mencapai hampir 75 persen yang diperuntukkan untuk kegiatan Perjalanan Dinas Luar Negeri (PDLN) Gubernur Jatim ke Jepang dan Inggris dan kegiatan PDLN Wagub Jatim ke Polandia dan Hungaria.
Sedangkan untuk urusan kesehatan semula dianggarakan Rp 3.846.485.528.876 berubah menjadi Rp 3.969.742.718.4414 atau bertambah sebesar Rp 123.257.189.538. Khusus untuk Dinas Kesehatan Jatim yang semula dianggarkan Rp 715.786.932.750 berubah menjadi Rp 723.9600.892.289 atau bertambah Rp 8.173.959.539.
Untuk Dinas Perhubungan dan LLAJ Jatim semula hanya dianggarkan Rp 613.840.307.700 berubah menjadi Rp 625.284.010.950 atau bertambah Rp 11.443.703.250.
Sementara untuk alokasi anggaran yang justru menyangkut pendidikan dan sosial masyarakat malah dikepras. Dinas Pendidikan dari yang semula Rp 300.343.049.250 dipotong Rp 31.854.924.900 sehingga tinggal Rp 268.488.124.350.
Kemudian untuk Dinas Sosial juga dikurangi hingga Rp 18,615 miliar dari yang semula dialokasikan sebesar Rp 226,546 miliar. Begitu juga Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Jatim dikepras hingga Rp 1,618 miliar dari alokasi sebelumnya Rp 19,730 miliar. Dan untuk Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Bapemmas) Jatim beruubah menjadi 53,299 miliar atau dikurangi sebesar Rp 5,206 miliar.
Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Jatim juga tak luput dari pengerasan anggaran P-APBD. Alokasi anggaran yang semula dipatok Rp 128,468 miliar dikurangi Rp 8,589 miliar sehingga tinggal Rp 119,879 miliar. Kemudian Balitbang juga dikepras Rp 3,108 miliar sehingga tinggal Rp 30,555 miliar.
Khusus untuk infrastruktrur juga mendapat potongan anggaran hingga Rp 125,898 miliar. Rinciannya, Dinas PU Bina Marga Jatim dipotong Rp 63,062 miliar sehingga tinggal Rp 744,779 miliar, Dinas PU Pengairan Jatim dipotong Rp 37,788 miliar tinggal Rp 231,470 miliar dan Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Jatim dipotong Rp 25,046 miliar tinggal Rp 158,092 miliar.
Sementara itu, juru bicara Fraksi Nasdem Hanura, Moh Eksan mengatakan, fraksi Nasdem – Hanura menyetujui raperda PAPBD 2016 menjadi perda. Namun ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan.
Catatan pertama, soal defisit atau penurunan anggaran fraksi Nasdem Hanura lebih efesien dalam pembelanjaan. Dimana efesien ini harus lebih produktifitas dan prioritas adalah nilai harus dikedepankan dalam pembelanjaan daerah untuk mensiasati defisit anggaran. Pemprov Jatim agar pelaksanaan APBD 2016 dapat mengembalikan postuur pendapatan di masa depan yang banyak ditopang oleh pendapatan asli daerah.
Tak hanya itu, pihaknya juga meminta adanya sinkronisasi belanja sebagaimana visi RPJMD Jatim serta spirit kerja kerja pemerintah pusat. Maka dari itu Gubernur diminta menjamin realisasi belanja dalam implementasi P-APBD 2016 diprioritaskan untuk menekan ketimpangan, mengedepankan pertumbuhan ekonomi lewat infrastruktur, serta merangsang potensi lokal untuk dapat bersaing dengan berkompetensi dengan produk-produk luar baik dalam skala nasional maupun internasional.

   III.        KESIMPULAN
Dari data diatas, sebagai kesimpulannya Pendapatan Asli Daerah atau biasa disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelemahan ekonomi global termasuk Indonesia berdampak di berbagai sektor. Salah satu yang paling nyata adalah menurunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jawa timur tahun 2016 yang diprediksi hingga Rp 650 miliar pada P-APBD tahun anggaran 2016, berdasarkan SE yang dikeluarkan Sekdaprov Jatim pada 23 Mei 2016.

APBD Jatim 2016 dari sisi pendapatan daerah sebesar Rp.22.663.13777.3446.213. Rinciannya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp. 15.092.063.771.766, Dana perimbangan Rp. 3.434.813.342.000 dan Lain-lain pendapatan daerah yang sah Rp 3.712.845.680.000.




DAFTAR PUSTAKA
(Jum’at, 15.30 wib)
(Jum’at, 16.00 wib)
(Jum’at, 16.15 wib)

(Jum’at, 17.10 wib)

Teori Perekonomian Indonesia

Tugas 3

PAPER SOFTSKILL
PEREKONOMIAN INDONESIA




Disusun oleh :

1EB17
Kelompok 07

Dosen            : Antoni, SE., MM


Nama Kelompok :

  1.           Selfi Damayanti                                                                  (26216894)
  2.      Sonny Armansya                                                                (27216127)
  3.           Syaras Ayuning Tyas                                                         (27216249)
  4.           Wafa Atika Warsono                                                          (27216576)
  5.   `      Wicaksono Bagus Kurniawan                                          (27216621)



PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017




I. Industrialisasi di Indonesia
          Tujuan Instruksional Khusus (TIK) : Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan perkembangan sektor pertanian di Indonesia.

1. Pokok Bahasan
Industrialisasi  adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan di mana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi di mana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi.
Dalam Industrialisasi ada perubahan filosofi manusia di mana manusia mengubah pandangan lingkungan sosialnya menjadi lebih kepada rasionalitas (tindakan didasarkan atas pertimbangan, efisiensi, dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada moral, emosi, kebiasaan atau tradisi). Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi acuan modernisasi industri dan pengembangan perusahaan. Mulai dari lingkungan politik dan hukum yang menguntungkan untuk dunia industri dan perdagangan, bisa juga dengan sumber daya alam yang beragam dan melimpah, dan juga sumber daya manusia yang cenderung rendah biaya, memiliki kemampuan dan bisa beradaptasi dengan pekerjaannya.
Negara pertama yang melakukan industrialisasi adalah Inggris ketika terjadi revolusi industri pada abad ke 18.Pada akhir abad ke 20, Negara di Asia Timur telah menjadi bagian dunia yang paling banyak melakukan industrialisasi. Industrialisasi di Indonesia semakin menurun semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Kemunduran ini bukanlah berarti Indonesia tidak memiliki modal untuk melakukan investasi pada industri dalam negeri, tetapi lebih kepada penyerapan barang hasil produksi industri dalam negeri. Membuka pasar dalam negeri adalah kunci penting bagi industri Indonesia untuk bisa bangkit lagi karena saat ini pasar Indonesia dikuasai oleh produk produk asing.

2. Sub Pokok Bahasan
2.1 Konsep dan Tujuan Industrialisasi
Awal konsep industrialisasi adalah Revolusi industri abad 18 di Inggris kemudian Penemuan metode baru dlm pemintalan dan penemuan kapas yg menciptakan spesialisasi produksi dan peningkatan produktivitas faktor produksi.

 Industrialisasi adalah suatu proses interkasi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi.hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam melimpah seperti Kuwait & libya ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi. Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu :
1) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri.
2) Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri.
3) Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian.
4) Mendukung perkembangan sektor infrastruktur.
5) Meningkatkan kemampuan teknologi.
6) Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk.
7) Meningkatkan penyebaran industri.


2.2 Faktor-faktor Pendorong Industrialisasi
a. Kemampuan teknologi dan inovasi;
b. Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita;
c. Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri.
Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat
d. Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk.
Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi.
e. Ciri industrialisasi.
Yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
f. Keberadaan SDA.
Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi.
g. Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri orientasi ekspor.


2.3 Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional
Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan industri secara nasional di negara itu. Perkembangan ini dapat dilihat baik dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya maupun kinerja industri secara keseluruhan.

Sejak krisis ekonomi dunia yang terjadi tahun 1998 dan merontokkan berbagai sendi perekonomian nasional, perkembangan industri di Indonesia secara nasional belum memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan. Bahkan perkembangan industri nasional, khususnya industri manufaktur, lebih sering terlihat merosot ketimbang grafik peningkatannya.
Sebuah hasil riset yang dilakukan pada tahun 2006 oleh sebuah lembaga internasional terhadap prospek industri manufaktur di berbagai negara memperlihatkan hasil yang cukup memprihatinkan.
Dari 60 negara yang menjadi obyek penelitian, posisi industri manufaktur Indonesia berada di posisi terbawah bersama beberapa negara Asia, seperti Vietnam. Riset yang meneliti aspek daya saing produk industri manufaktur Indonesia di pasar global, menempatkannya pada posisi yang sangat rendah.Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage).

1. Pada tahun 2004-2007
Industri manufaktur nasional benar-benar dalam kondisi terpuruk. Indikasi keterpurukan itu terlihat dari tingkat pertumbuhan sektor manufaktur tahun lalu yang hanya mencapai 4,6%, di bawah target Depperin sebesar 5%. Sementara itu, pertumbuhan sektor manufaktur tahun ini diperkirakan masih akan berjalan lambat karena sampai sekarang pemerintah belum mampu menghapus sejumlah faktor penghambat pertumbuhan industri seperti biaya ekonomi tinggi, problem perpajakan, pungutan liar, biaya energi yang melambung serta infrastruktur yang asih minim.
Karena itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi meragukan pencapaian target pertumbuhan industri manufaktur sebesar 7,9% pada tahun ini.
Departemen Perindustrian, selaku penanggung jawab atas pembinaan dan pengembangan sektor industri nasional, sempat menargetkan industri manufaktur nasional tumbuh 7,7% pada 2006, sebelum direvisi turun menjadi 6% dan diturunkan lagi menjadi 5% pada akhir tahun lalu.
Perkembangan industri manufaktur nasional. Tahun Pertumbuhan (%) :
2004 7,5
2005 5,9
2006 4,6
2007* 7,9
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan target pertumbuhan 7,9% pada tahun ini diperkirakan sulit dicapai, apabila investasi baru dan perluasan usaha masih tetap minim seperti tahun lalu. "Kalau tidak ada tambahan investasi atau produksi dan ekonomi kita masih begini-begini saja [tidak berubah], maka target pertumbuhan sebesar 7,9% akan sulit dicapai," ujar Sofjan, kemarin. Namun, Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka (ILMTA) Depperin Ansari Bukhari tetap optimistis target pertumbuhan industri manufaktur 7,7% pada tahun ini akan dapat dicapai.


2. Pada tahun 2009-2011
Memasuki tahun 2010, sektor industri pengolahan masih menghadapi berbagai tantangan yang besar. Pada tahun 2009, sektor industri manufaktur terpukul dengan adanya krisis finansial global yang menyebabkan ekonomi di negara maju melemah. Akibatnya pasar ekspor menyusut dan sebagian besar industri manufaktur yang berorientasi ekspor mulai dilanda kelesuan.

Pada tahun 2009 sampai kuartal III, sektor industri pengolahan non-migas hanya tumbuh sebesar 1,72 % dan nilai ekspor turun sebesar 25,5%.memasuki kwartal IV 2009, pasar ekspor mulai bangkit kembali demikian juga pasar domestik. Keadaan ini telah mengundang optimisme bahwa tahun 2010 industri pengolahan akan bisa bangkit.

Namun meski krisis global baru mulai pulih, industri pengolahan masih menghadapi tantangan yang besar di pasar domestik yang selama ini menjadi penyelamat bagi sektor industri manufaktur yang kehilangan pasr ekspor. Mulai Januari 2010, pasar bebas Asean Cina (ASEAN-CHINA Free Trade Area) mulai diberlakukan, dengan membebaskan bea masuk bagi produk Cina yang akan masuk ke pasar ASEAN termasuk Indonesia. Dengan demikian produk Cina akan makin tinggi daya saingnya di pasar domestik Indonesia karena selama ini ketika bea masuk belum dibebaskan produk lokal sudah sulit bersaing dengan produk dari Cina.

Memang tidak seluruh sektor industri pengolahan mengalami ancaman langsung dari produk Cina, sektor otomotif masih mempunyai daya saing, karena selama ini produk yang didominasi merk Jepang masih menguasai pasar Indonesia, sehingga tidak mudah bagi produk Cina menggeser merk Jepang yang sudah dirakit atau diproduksi di dalam negeri. Demikian juga produk seperti pupuk tidak terpengaruh oleh AC FTA karena sampai saat ini masih disubsidi oleh Pemerintah.

Produk yang paling terkena dampak FTA diantaranya industri tekstil dan Sepatu, karena selama inipun sektor industri tersebut sudah banyak tergerus pasarnya.masalah yang dihadapi sektor ini pada tahun 2010 bukan hanya masalah pasar bebas Asean Cina saja. Masalah bahan baku impor, pasokan listrik, infrastruktur transportasi, kondisi mesin yang tua menjadi deretan masalah yang dihadapi dan perlu penanganan yang serius karena bila tidak teratasi dalam waktu dekat bisa menurunkan daya saing sektor industri ini sehingga industri manufaktur di Indonesia akan sulit bangkit.

Pada sisi positif, masih ada tanda-tanda peluang untuk perbaikan pada sektor industri pengolahan di tahun 2010. Mulai membaiknya ekonomi dunia terutama negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Eropah, membuka kembali peluang pasar ekspor karena diharapkan permintaan untuk berbagai barang industri olehan akan meningkat.

Selama tahun 2009 ekspor tekstil ternyata masih mampu mempertahankan ekspornya dan tidak terlalu drastis penurunannya, padahal pasar ekspor pada tahun tersebut sangat terpukul oleh krisis ekonomi dunia. Diharapkan dengan membaiknya ekonomi dunia ekspor produk tekstil akan kembali meningkat dipasar ekspor tradisional yang selama ini produk Indonesia masih bisa bersaing dengan Cina.

Suku bunga yang rendah dan inflasi yang terkendali dibawah 6% diperkirakan akan memberi dampak positif kepada sektor manifaktur karena daya beli masyarakat akan meningkat. Selama daya saing produk lokal bisa ditingkatkan maka tahun 2010 keadaannya akan lebih baik bagi sektor industri manufaktur.


2.4 Permasalahan Industrialisasi
Industri manufaktur di LDCs lebih terbelakang dibandingkan di DCs, hal ini karena :
1. Keterbatasan teknologi;
2. Kualitas Sumber daya Manusia;
3. Keterbatasan dana pemerintah (selalu difisit) dan sektor swasta;
4. Kerja sama antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan & penelitian masih rendah;


2.5 Strategi Pembangunan Sektor Industri
Strategi pelaksanaan industrialisasi :
* Strategi substitusi impor (Inward Looking).
Bertujuan mengembangkan industri berorientasi domestic yang dapat menggantikan produk impor. Negara yang menggunakan strategi ini adalah Korea & Taiwan.
Pertimbangan menggunakan strategi ini:
- Sumber daya alam & Faktor produksi cukup tersedia;
- Potensi permintaan dalam negeri memadai;
- Sebagai pendorong perkembangan industri manufaktur dalam negeri;
- Kesempatan kerja menjadi luas;
- Pengurangan ketergantungan impor, shg defisit berkurang.

* Strategi promosi ekspor (outward Looking)
Beorientasi ke pasar internasional dalam usaha pengembangan industri dalam negeri yang memiliki keunggulan bersaing.
Rekomendasi agar strategi ini dapat berhasil :
- Pasar harus menciptakan sinyal harga yang benar yang merefleksikan kelangkaan barang yang bisa baik pasar input maupun output;
- Tingkat proteksi impor harus rendah;
- Nilai tukar harus realistis;
- Ada insentif untuk peningkatan ekspor.Bottom of Form




II. Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah
            Tujuan Instruksional Khusus (TIK) : Membekali mahasiswa agar lebih paham dan dapat menjelaskan tentang konsep otonomi daerah dan berbagai strategi pembangunan ekonomi otonomi daerah.

1.     Pokok Bahasan
Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999).
Masalah pokok dalam pembangunan daerah berada pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Sehingga kita perlu melakukan pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan-pembentukan institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, dan pengembangan perusahaan-perusahan baru.
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan dengan menggunakan sumber daya yang ada harus memperkirakan potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 1999).
Pembangunan ekonomi sejak Pelita I hingga krisis 1997 memang telah memberi hasil yang positif terhadap perekonomian Indonesia, apalagi jika dilihat dari kinerja ekonomi makronya. Tingkat PN riil per kapita mencapai peningkatan yang pesat dari US$50 (1960) dan lebih dari US$1000 (1990-an). Oleh karena itulah, Indonesia sempat disebut-sebut sebagai calon negara industri baru di Asia Tenggara.
Namun, ternyata ditinjau dari tingkat kualitasnya, pembangunan ekonomi pada masa orde baru telah menimbulkan kesenjangan yang besar sehingga ada ketimpangan dalam distribusi pendapatan antar kelompok pendapatan, maupun kesenjangan ekonomi/pendapatan daerah. Hal ini membuat masyarakat yang merasakan bahwa pembangunan ekonomi ini tidak merata, ingin melepaskan diri dari Indonesia.
Ada beberapa indikator untuk menganalisis derajat kesenjangan dalam pembangunan ekonomi antar provinsi, yaitu produk domestik regional bruto (PDRB) per provinsi dalam pembentukan PDB nasional, PDRB atau pengeluaran konsumsi rumah tangga rata-rata per kapita, indeks pembangunan manusia (IPM), kontribusi sektoral terhadap pembentukan PDRB, dan tingkat kemiskinan.

Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1.      Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; 
2.      Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II)dengan beberapa dasar pertimbangan :
1.      Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim
2.       Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif
3.      Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1.      Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah
2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3.    Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju


2.   Sub Pokok Bahasan
2.1 Faktor – faktor penyebab ketimpangan pembangunan daerah
Dalam setiap daerah pasti mengalami permasalahan yang terjadi baik antar wilayah maupun hanya wilayah itu saja. Seperti halnya dalam bidang ekonomi ada masanya mengalami ketimpangan antar wilayah. Ketimpangan itu terjadi karena beberapa faktor.
Berikut faktor-faktor yang menyebabkan Ketimpangan : 
1. Konsentrasi Pembangunan Ekonomi
Setiap ekonomi daerah berbeda-beda tergantung dengan seberapa kuat pemerintahan daerahnya melakukan usaha agar daerah memiliki pendapatan daerah yang tinggi. Namun jika satu daerah memiliki pendapatan daerah yang tinggi sedangkan daerah lainnya memliki pendapatan rendah karena pemerintah daerahnya tidak terkonsentrasi pada pembangunan ekonomi , hal itu menimbulkan ketimpangan antar wilayah/daerah.
2. Alokasi Investasi
Investasi yang dilakukan pihak asing di daerah juga menyebabkan ketimpangan karena tidak semua investor mau berinvestasi di daerah tergantung oleh SDA yang tersedia dan infrastruktur yang memadai.
3. Perbedaan Sumber Daya Alam
Perbedaan SDA yang dimiliki juga menimbulkan ketimpangan karena tidak semua daerah memiliki sumber daya alam.
4. Kurang Lancarnya Perdagangan Antar Provinsi
Tidak semua daerah dapat melakukan kegiatan perdagangan dengan lancar dan mudah. Di daerah tidak seperti di kota yang masih terbatais oleh transportasi dan komunikasi yang memadai sehingga menimbulkan ketimpangan.
5. Perbedaan Kondisi Demografis
Kondisi demografis setiap daerah berbeda tergantung pada tingkat pendidikan , tingkat kepadatan penduduk dan pertumbuhan penduduknya. Perbedaan kondisi demografis ini berdampak pada ketimpangan dalam ekonomi seperti pada kegiatan perdagangan.


2.2 Pembangunan Indonesia Timur
Di Indonesia pemerataan pembangunan ekonomi masih belum merata karena beberapa faktor yang telah disebutkan diatas tadi. Terutama wilayah Indonesia bagian timur karena sulit tejangkau dan jarang diperhatikan oleh pemerintah pusat. Kondisi ekonomi disana tidak sebaik ekonomi di pulau Jawa dan sekitarnya karena masih adanya kemiskinan dan keterbatasan pendidikan yang menyebabkan SDM rendah. Dengan adanya pembagian otonomi daerah ini sedikit memperbaiki kondisi ekonomi di wilayah timur secara perlahan. Berbagai cara dilakukan dengan memperbaiki SDM yang rendah dan meningkatkan kualitas pendidikan setiap individu. Sebaiknya pemerintah pusat memberi perhatian lebih kepada derah terpencil agar mereka dapat hidup layaknya masyarakat di pulau Jawa dengan kondisi ekonomi yang cukup baik.

2.3 Teori dan analisis pembangunan ekonomi
Ada sejumlah teori yang dapat menerangkan kenapa ada perbedaan dalam tingkat pembangunan ekonomi antardaerah diantaranya yang umum di gunakan adalah teori basis ekonomi,teori lokasi dan teori daya tarik industri.
      1. Teori pembangunan ekonomi daerah
a.       Teori basis ekonomi
Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.

b.      Teori lokasi
Teori lokasi juga sering digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan industri di suatu dareah. Inti pemikiran dari teori ini didasarkan pada sifat rasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin dengan biaya serendah mungkin oleh karena itu , pengusaha akan memilih lokasi usaha yang memaksimalkan keuntungannya dan meminimalisasikan biaya usaha atau produksinya, yakni lokasi yang dekat dengan tempat bahan baku dan pasar.

c.       Teori daya tarik industri
Dalam upaya pembangunan ekonomi daerah di Indonesia sering di pertanyakan. Jenis – jenis industri apa saja yang tepat untuk dikembangkan (diunggulkan) ? Ini adalah masalah membangun fortofolio industri suatu daerah.

2. Model analisis pembangunan daerah
Selain teori-teori di atas, ada beberapa metode yang umum digunakan untuk menganalisi posisi relative ekonomi suatu daerah; salah satu di antaranya adalah metode analisis shift-share (SS), location questitens, angka pengganda pendapatan , analisis input output (i-o) ,dan model perumbuhan Harold-domar. Berikut adalah sebagian penjelasan dari model analisis dalam pembagunaan daerah
a. Analisis SS
Dengan pendekatan analisis ini ,dapat di analisis kinerja perekonomian suatu daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar ( nasional).
      b. Location Quotients (LQ)
Yaitu untuk mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan ekonomi atau sector di suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya adalah perekonomian daerah tersebut dengan peranan dari kegiatan ekonomi atau sektor yang sampai di tingkat yang sama.
      c. Angka Pengganda Pendapatan
Metode ini umum digunakan untuk mengukur potensi kenaikan pendapatan suatu daerah dari suatu kegiatan ekonomi yang baru atau peningkatan output dari suatu sektor di daerah tersebut.
     d. Analisis Input-Output (I-O)
Analisis I-O merupakan salah satu metode analisis yang sering digunakan untuk mengukur perekonomian suatu daerah dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam usaha memahami kompleksitas perekonomian daerah tersebut, serta kondisi yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan antara AS dan AD.













DAFTAR PUSTAKA